PSC 119 SATRIA Dinkes Banyumas selenggarakan Lokakarya Penanganan Gigitan Ular
PSC 119 SATRIA Dinkes Banyumas
selenggarakan Lokakarya Penanganan Gigitan Ular
Oleh : dr.Novita Sabjan,MM
Indonesia yang memilki kondisi geografis dan iklim yang unik sehingga persebaran dan jenis Fauna akan beragam. Di Indonesia hingga kini tercatat terdapat 76 ular berbisa yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia, yang memiliki resiko yang tinggi apabila masuk kedalam tubuh manusia.Jumlah ini cukup banyak dibandingkan di Malaysia yang memilki sekitar 40 jenis, Australia 58 jenis dan Papua Nugini 7 jenis ular berbisa.
Permasalahan terkait jumlah ular berbisa di Indonesia tidak diimbangi dengan jumlah anti-bisa untuk keperluan pengobatan akibat gigitan ular. Indonesia hanya memiliki 1 jenis SABU yang hanya mampu mengobati 3 jenis gigitan ular yaitu Ular Kobra (Naja sputatrix), Ular Tanah (Calloselasma rhodostoma), dan Ular Weling (Bungarus fasciatus) . Artinya 73 ular berbisa lainnya belum tersedia SABU nya di Indonesia.
Cara tradisional yang masih banyak diterapkan antara lain dengan mengikat di atas bagian tubuh yang terkena gigitan, menyedot darah hingga menyayat bagian yang terkena gigitan masih sering dilakukan. Berdasarkan Guidelaines For Management Of SnakeBites ( WHO;2016), cara tersebut tidak tepat, dan bahkan dapat memberikan resiko yang lebih besar bagi pasien maupun penolong.
Dalam menanggapi permasalahan tersebut, Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas mendatangkan pakar Venom Dr.dr. Tri Maharani, M.Si, Sp.EM yang merupakan salah satu konsultan WHO dari 13 konsultan yang ada di Di dunia dengan harapan kegagalan penanganan kasus gigitan ular dapat dicegah. Kegiatan yang bertajuk Lokakarya Penanganan Gigitan Ular dilaksanakan di Pendopo Sipanji pada tanggal 16 Maret 2019. Kegiatan diikuti oleh 147 peserta yang terdiri dari dokter, perawat dari seluruh Puskesmas dan Rumah Sakit di Kabupaten Banyumas serta relawan PMI, Ubaloka, dsb.
Dalam Sambutannya, Bapak Bupati Banyumas Ir.H. Achmad Husein menyampaikan, bahwa tatalaksana yang diketahui selama ini seperti mengikat, menyayat menggunakan silet dan darahnya dikeluarkan sudah tidak tepat lagi. Sehingga diharapkan dari hasil lokakarya yang dilaksanakan pada hari ini tidak ada lagi kematian akibat gigitan ular di Kabupaten Banyumas.
Dengan di moderatori oleh dr.Rendi Retisu, dr.Maha menyampaikan bahwa pada korban gigitan ular, hal yang paling penting adalah Snake Bite First Aid yang BENAR, yaitu dengan melakukan Metode tekanan-Immobilisasi( karena bisa ular bersifat lymphogen) Jika ada penderita mendapat gigitan ular pada tangan bagian diujung jari/ lengan bawah ataupu lengan atas , maka Langkah yang dilakukan adalah :
- Immobilisasi dengan menggunakan Spalk kayu/bambu/kardus atau lainnya di tangan agar pasien tidak bergerak.Ikat dengan kayu/bambu/kartun tersebut dengan kain atau mitela (jangan dmenutupi lokasi bekas gigitan).
- Immobilisasi dilakukan antara 24-48 jam jika tidak menuju kearah sistemik yang ditandai dengan pembengkakan yang meningkat, perdarahan spontan atau gejala sistemik lainnya.
- Pada kasus gigitan yang hematotoksik dapat dilihat pembengkakan dengan cara Rate Of Proximal Progression (RPP) Edema, yaitu dengan cara menggunakan plester untuk melihat perkembangan progresif pembengkakan.
- Letakkan plester di tempat tertinggi pembengkakan yang terlihat pertama kali.
- Tulis jam dan tanggal
- Dua jam kemudian, dilakukan evaluasi jika ada pembengkakan maka pasang plester di penambahan pembengkakan yang terjadi. Tulis jamnya. Dan lakukan kembali evaluasi 2 jam kemudian.
- Ukur pembengkakan yang terjadi. Bandingkan penambahan pembengkakan yang terjadi pada plester I dan II.
- Jika penambahan pembengkakan belum mencapai 2 kali lipatà lakukan observasi
- Jika pertambahan pembengkakan yang terjadi perjam 2 kali lipat, maka berarti ada tanda sistemik.
- Jika ada tanda sistemik, maka harus dilakukan evaluasi terhadap tanda gejala serta pemeriksaan fisik( nyeri,spot bleding,dll) serta laboratorium (Darah Lengkap: peningkatan ).
- Tanda sistemik antara lain : Haemostatic abnormality, Neurotoxic signs, Cardiovascular abnormalities, Acute kidney injury, Myoglobinuria/generalised rhabdomyolysis/haemolysis, Supporting lab evidence of systemic envenoming.
Terapi untuk gigitan ular berbisa :
Jaga agar Pernafasan dan sirkulasi jalan nafas tetap stabil
- Airway:
- 02 à12 lpm
- Laryngeal Mask Airway dan Endotracheal Tube (jika dibutuhkan)
- Suction jika gargling (+), Head tilt dan chin lift jika snoring(+)
- Breathing :
- Evaluasi respiration rate
- Circulation :
- Pasang Infus, beri Normal Saline 0.9% (jangan lupa mengambil sample darah untuk pemeriksaan laboratorium)
- Tekanan darah
- Nadi
- Oxygen saturation dengan menggunakan pulse oxymetri
- Blood or Fresh Frozen Plasma sebagai indikasi.
- Immobilisasi area yang digigit dengan menggunakan Immobilisasi Perban Tekanan
- Jika ular yang menggigit pasien termasuk dalam 3 ular yang dicakup oleh SABU maka berikan SABU segera.
- Antivenom ; DRUG OF CHOICE
- 2 vials SABU + 500 mml Normal saline 0.9% drip 0-80 tetes permenit.
- Ulangi setiap 6 jam . WASPADA TANDA REVENOMASI .
- Symphtomatic
- Analgesik : Morphine ( PS≥7) , paracetamol infus atau oral (PS£7).
- Antibiotik : Jika ada indikasi, misal : Leucositosis.
- Anticholinesterase
- Terutama untuk envenoming neurotoxin
- Sebaiknya berikan atropin sebelum memberikan obat untuk mencegah keracunan physostigmine.
- Dosis fisostigmin
- Dewasa (> 12 tahun): 1,0-2,0 mg
- Anak-anak ≤ 12 tahun: 0,02 mg / kg / dosis (maks dosis tunggal 0,5 mg)
- Antivenom ; DRUG OF CHOICE
Harus diberikan perlahan 3-5 menit dengan dorongan IV, ulangi setiap 4 jam.
Kegiatan lokakarya juga diikuti dengan demo melakukan pembiadaian. Peserta lokakarya tampak antusias dan aktif mengikuti kegiatan dari awal hingga akhir.
Harapan Dr.dr.Tri MahariM.Si, Sp.EM Banyumas dapat menjadi contoh dalam melakukan tatalaksana gigitanular, sehingga harapan yang disampaiakn oleh Bupati Banyumas tidak ada kematian lagi akibat gigitan ular bisa terealisasi.
Banyumas, 17/03/19
Novita Sabjan
artikel dapat diunduh disini.
.
Komentar