Mas Robi Gemar Bertasbih (Banyumas Zero TBC dengan Gerakan Masyarakat Berantas Tuberkulosis Sampai Habis) sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat dalam Pencegahan dan Pengendalian TBC di Kab. Banyumas
Penyakit Tuberkulosis (TBC) merupakan salah satu masalah kesehatan baik di Dunia maupun di Indonesia dengan jumlah kasus dan kematian yang tinggi. Kesenjangan antara estimasi kasus TBC di Indonesia dengan jumlah kasus TBC yang ternotifikasi masih lebih dari 30% selama 3 tahun terakhir. Berdasarkan Global TB Report (WHO, 2022), Indonesia berada pada posisi kedua dengan jumlah penderita TBC terbanyak di dunia setelah India, diikuti oleh China, Filipina dan Pakistan secara berurutan. Jumlah kasus TBC di Indonesia Tahun 2022 sebanyak 969.000 kasus dan kasus TBC Resistan Obat (TBC RO) sebanyak 8.268 kasus (WHO, 2022). Jumlah ini meningkat 16,8% dibandingkan tahun sebelumnya, yang hanya mencapai 824.000 kasus.
Berdasarkan tingkat persebaran kasusnya, Provinsi Jawa Tengah menempati urutan ke tiga (54.640 kasus) provinsi dengan jumlah kasus infeksi TBC tertinggi di Indonesia setelah Provinsi Jawa Barat (123.021 kasus), dan Provinsi Jawa Timur (65.448 kasus) (Kemenkes, 2021). Kabupaten Banyumas berada di posisi pertama dengan jumlah penderita TBC terbanyak di Provinsi Jawa Tengah dengan Cakupan Penemuan Kasus TBC Tahun 2023 sebesar 220% dengan jumlah kasus yang ditemukan sebesar 7.157 kasus dari total estimasi kasus sebesar 3.256 kasus. Insiden kasus TBC di Kabupaten Banyumas Tahun 2023 sebesar 418 per 100.000 penduduk. Jumlah kasus TBC di Kabupaten Banyumas meningkat 7% dibandingkan tahun sebelumnya, yang hanya mencapai 6.683 kasus.
Dalam rangka pencapaian eliminasi sesuai target End TB Strategy pada Tahun 2030, maka perlu dilakukan upaya akselerasi dalam penemuan kasus dan keberhasilan pengobatan pasien TBC di Kabupaten Banyumas (Kemenkes, 2020). Namun Angka Keberhasilan Pengobatan/Treatment Success Rate (TSR) Pasien TBC Tahun 2023 Kabupaten Banyumas masih rendah yaitu 84% sehingga belum mencapai target (90%). Beberapa diantaranya dikarenakan pasien masih dalam masa pengobatan, gagal pengobatan, meninggal, drop out maupun pindah pengobatan. Situasi ini menunjukan bahwa dalam penanggulangan penyakit TBC Kabupaten Banyumas termasuk kategori risiko sedang. Kegiatan penanggulangan TBC untuk daerah kategori risiko sedang antara lain penemuan pasien secara aktif, peningkatan kapasitas Pengawas Menelan Obat (PMO) dan pelacakan kasus mangkir.
Strategi program penanggulangan TBC yang diterapkan di Indonesia adalah strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse). Strategi DOTS menekankan pada pengawasan langsung terhadap penderita, baik keluarga maupun petugas kesehatan. Keberhasilan pelaksanaan DOTS di masyarakat perlu melibatkan peran petugas kesehatan, keluarga, dan kader komunitas yang telah mengikuti pelatihan (WHO, 2013). Fokus utama strategi DOTS adalah penemuan dan pengobatan pasien TBC. Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang PMO). PMO TBC adalah seseorang yang dipercaya dalam memantau penderita TBC untuk menelan obat dan berobat secara teratur. Hal ini menjadi salah satu kunci keberhasilan dalam strategi program DOTS. Peran PMO sangat penting terhadap keberhasilan pengobatan, penelitian (Yoisangadji, 2016) menjelaskan jika semakin baik peranan PMO terhadap pasien maka pasien akan semakin patuh dalam menjalani pengobatan. Peran PMO sangat diharapkan untuk meningkatkan pengawasan dan memotivasi pasien dalam melakukan pengobatan meskipun sebagian besar pasien memiliki efek samping obat (Tampang et al., 2023)
selengkapnya download disini
.
Komentar